.

.

Me and Louisa


Di suatu sore yang dingin, aku bertemu Louisa.

Hujan turun sangat deras kala itu. Sepanjang hari. Langit begitu gelap dan angin bertiup kencang sekali. Dengan tubuh basah kuyub, aku berteduh di beranda rumah Louisa yang berlantaikan keramik terang-gelap kelabu. Suara petir menggelegar di antara riuh percakapan hujan. Aku sempat ketakutan dan bersembunyi di balik pot bunga besar di salah satu sudut beranda.
Lalu Louisa membuka pintu.

Ia keluar mengenakan pakaian tebal hasil rajutan. Kami bertemu pandang dan ia memberiku senyum hangat. Louisa melangkah menghampiri. Ia berjongkok di hadapanku. Tangannya terulur dan aku dibawa masuk ke dalam rumahnya.

“Louisa!”

Kudengar Louisa berseru di pagi hari. Ia memberiku sepiring ikan kalengan yang dingin setelah disimpan dalam sebuah kotak. Kepalaku ditepuknya lalu ia meninggalkan dapur dan membiarkanku sarapan.

“Namanya Louisa. Hitam manis. Ya, aku menemukannya di beranda rumahku. Pembawa sial? Ah, tahayul!”

Kucuri dengar Louisa berbincang-bincang dengan alat mungil yang ia tempelkan di telinga. Sudah hampir seputaran jarum panjang. Aku menguap. Kurentangkan kedua kaki depan dan belakang kuat-kuat, menikmati siraman matahari tinggi beberapa putaran lagi di balkon.

“Louisa, kemari sayang!”

Kuhampiri Louisa di kamar tidurnya. Bibir Louisa tersenyum lebar menyambutku dan ia mengajakku tidur di dalam pelukannya saat malam.

“Louisa!”

Kudengar Louisa berseru riang di pagi hari. Ia memberiku sepiring ikan kalengan yang mulai kering karena terlalu lama disimpan dalam kotak pendingin. Kepalaku tidak ditepuknya lalu ia meninggalkan dapur dengan terburu-buru dan membiarkanku sarapan.

“Louisa sudah seperti bagian hidupku. Kalau kamu tidak suka Louisa, jangan harap kita bisa tinggal bersama.”

Kucuri dengar Louisa berbincang-bincang dengan alat mungil kesukaannya. Sudah lebih dari seputaran jarum panjang. Aku menggigil dan menyelinap masuk ke balik lipatan tirai. Siang itu tidak ada matahari tinggi. Yang ada hanya air tumpah dari langit yang sangat kubenci.

Louisa berteriak tidak jelas.

Kuhampiri Louisa di kamar tidurnya. Malam itu tidak ada ruang untukku di tempat tidur Louisa. Tubuh Louisa berpelukan erat dengan sosok yang tidak kukenal. Aroma asing menyerbak hadir. Aku tidak suka.

“Louiiisaaa...”

Kudengar, bukan Louisa yang berseru di pagi hari. Sosok yang menginap semalam menuangkan susu asam untukku ke sebuah mangkuk. Kepalaku tidak ditepuknya lalu ia kembali masuk ke dalam kamar Louisa.

Louisa kembali berteriak tidak jelas.

Kucuri dengar lewat sela-sela pintu kamar Louisa yang sedikit terbuka. Dua putaran jarum panjang dan Louisa belum berhenti berteriak. Siang itu mendung dengan diiringi gerutuan petir yang membuat telingaku sakit.

“Louisa, kemari sayang!”

Kuhampiri Louisa di kamar tidurnya. Sosok asing itu sudah pergi tapi aroma yang ditinggalkannya masih memenuhi ruangan. Bibir Louisa tersenyum lebar tapi bukan diberikan untukku.

“Loui ... sa ....”

Kudengar Louisa berseru lirih. Pagi itu tidak ada sarapan untukku. Padahal kemarin kulihat, ikan dalam kaleng di kotak pendingin masih ada. Kedua lengan Louisa terulur memelukku dengan erat dan ia menangis dalam diam.

“Aku hamil! Kamu tidak dengar? Tentu saja kamu ayah anak ini. Jangan bicara seolah-olah kamu tidak menginginkannya!”

Kucuri dengar Louisa berteriak penuh amarah pada alat mungil yang kemudian ia banting ke lantai. Matahari tinggi sekali di luar tapi aku tidak berniat berjemur walau untuk satu putaran. Amarah Louisa membuatku gelisah.

Terakhir, Louisa tidak bersuara malam itu.

Kuhampiri Louisa di kamar tidurnya. Tidak ada senyum di bibirnya. Tubuh Louisa meringkuk di pojok ruangan, tidak bergerak sambil menggenggam benda tajam. Amis darah tercium olehku dan kulihat pergelangan tangan Louisa basah.

Di suatu malam yang dingin, aku berpisah dengan Louisa.

Bulan menampakkan diri dengan penuh kala itu. Jalan panjang berbatu di bawah kakiku cukup terang walau tanpa benda bernama lampu. Angin bertiup pelan menanyakan kisah menarik yang kutemui. Lalu aku bercerita tentang Louisa. Kuberi dia nama Louisa karena sering sekali menyebut tutur itu.

Jakarta, 13 September 2007miss worm
eksperimen kecil di tengah malam

14 comments:

  1. Louisa dan Louisa...

    Miauuwww! pengen punya kucing berwarna hitam atau kelabu, huks!

    ReplyDelete
  2. uhuhuhu ... semoga kucingku yang melahirkan nanti punya anak warna hitam atau kelabu ^^. aku ada yu, kucing hitam gendut persis seperti gambar di atas lutuuuna.

    ReplyDelete
  3. >o< kucing hitam gendut, lucuuu! aku paling suka kucing kayak gitu (seperti di gbr^^) gendut dan bulunya pendek^^ apalagi kalau ekornya juga pendek alias buntet =P. Kucing2ku dulu ekornya bulet semua, jadi kangen.. salam buat kucingmu... hehehe^^

    ReplyDelete
  4. ini lagi di samping komputer kucingku... bobok nungguin kita rapat kumcer

    ReplyDelete
  5. It's creepy, eerie, yet uniquely captivating. Enjoy reading it. Keep writing stuff like this once in a while. And thanks for visiting my blog, too!

    ReplyDelete
  6. Hai Dauz ^^ thanks for your comment
    nyaaa diriku jadi ingin coba eksplorasi lagi :D

    ReplyDelete
  7. Keep the enthusiasm to write further... :), Salam untuk si miauw-nya..

    ReplyDelete
  8. Windry,oke loh critanya..seru skalii..btw skrg kucing gw tinggal 2 win, hitam gondrong n abu2 pendek :)

    ReplyDelete
  9. Gelap sekali? Lagi kenapa, Win? Sentuhan cerita ini beda banget dari ceritamu yang biasa, ya... di akhir aku sempat merinding--dan merasa ada sedih yang menyelinap. Dingin. Keren.

    ReplyDelete
  10. gelap ya hann? ^^ iya nih entah lagi kenapa. Pokoknya kepingin nulis dengan sudut pandang kucing seperti soseki. awalnya malah kepikiran jadi cerita anak aja (lucu) tapi eh tapi ... jadi begini T_T

    but i'm glad you like it :D

    sasha : nyaaa ... kenapa kucingmu tinggal sedikit? pada kemana euy?

    ReplyDelete
  11. aku keduluan windry T_T
    beberapa minggu yang lalu sempet kepikiran buat cerita dengan sudut pandang kucing.. hehe.. bisa sama kita.. tapi mungkin akan kubuat juga, tapi sampe sekarang masih belum tau ceritanya apa.. hihi..

    iya win yang ini gelap.. tapi menarik. not ur best one sih.
    :D

    ReplyDelete
  12. wahahahah...
    yang poin nomer 4 itu terbukti secara ilmiah nggak win??
    aku dan seorang teman pernah, soalnya, berteori bahwa kucing itu sombong. trus kalo kita ajak main pake lidi yang ada di pikirannya tuh: 'iya deh gue ladenin, biar lo seneng...'
    wahahahah...

    ReplyDelete
  13. ghe : exactly like that. Those cats and their bored eyes when we, human, tried to ask them for a play

    ReplyDelete