.

.

(Review) Resensi 'Gadis Kecil'

Resensi untuk Gadis Keciloleh Calvin Michel Sidjaja
dari Perkosakata 2009

Tema cerita ini adalah realitas sosial yang ada di sekitar kita. Fenomena anak-anak jalanan yang dieksploitasi oleh orang tua mereka untuk mendapatkan simpati dari orang lain bukanlah hal baru, cerpen ini mengetuk lagi pembaca tentang mereka.

Alur cerita mengalir lancar dengan dialog yang singkat dan tidak ribet, seperti sebuah refleksi. Suasana cerita juga terbangun dengan rapi karena penggunaan kalimat-kalimat yang membantu penciptaan ruang visual di kepala seperti yang diperlihatkan pada kalimat ini: “Dia duduk sendiri di sudut bis tua. Tidak memakai alas kaki. Pakaiannya hijau tosca yang sudah kusam dan penuh noda tanah. Kulitnya menghitam, mungkin karena terbakar matahari atau justru karena daki. Kuku-kuku jarinya panjang dan kotor, tidak terawat, seperti rambut ikalnya yang memerah.”

Karakterisasi pemeran utama juga diperlihatkan dengan baik, antara sebuah ironi atau sebuah refleksi. Sang pemeran utama diperlihatkan akhirnya cuma bisa berpikir “andaikan”, sama sekali tidak bisa menolong secara riil. Penulis memperlihatkan rasa kasihan dan rasa simpati hanya berakhir sebagai perasaan, bukan tindakan. Realitanya, tidak sedikit orang merasa jijik atau merasa bersyukur mereka tidak hidup melarat seperti itu, sehingga perasaan kasihan hanya berakhir sebagai janji muluk-muluk. Sama saja jika melihat orang melihat orang lain terkena kecelakaan, kata-kata pertama adalah “kasihan ya”, bukannya dibantu.

Pada akhir cerita, penulis sudah berhasil menyampaikan pendapatnya pada kita. Konsistensi cerita berjalan dengan baik, tidak melenceng dari awal, di mana pemeran utama diperlihatkan hanya berakhir dengan mengasihani si anak kecil yang sama-sama anonim dengan dirinya. Ini kejadian yang terjadi setiap hari, karena banyaknya jumlah orang miskin yang kita temui tiap hari, kita tidak perduli mereka bernama siapa, mereka suka apa, mereka mau jadi apa. Ini adalah cerita sebuah kumpulan orang yang tidak lebih dari statistik: cerita tentang seorang anonim dan bertemu dengan anonim lain, hari ini terlupakan, lalu besok lupa.

Dialog berjalan dengan lancar, tidak kaku, hal ini membuat cerita enak dibaca. Walau dalam percakapan sering kali tidak ada keterangan subyek adalah siapa, penulis telah membuat karakter-karakter dalam cerpen ini memiliki kepribadian walau tidak memiliki nama panggilan. Pembaca bisa membedakan subyek walau tidak disertai keterangan.

Secara keseluruhan, penulis memiliki potensi yang sangat baik untuk membuat cerita yang lebih panjang lagi dan tidak terbatas pada cerpen. Gaya penulisan yang mengalir lancar dan cukup visualistik tidak dimiliki semua orang, sehingga akan sangat baik kalau penulis mengembangkan teknik penulisannya jauh lebih lagi.

***

Calvin Michel Sidjaja lahir di Makassar, 3 Maret 1986. Alumnus jurusan Hubungan Internasional Fakultas ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

Pada tahun 2006, novelnya yang berjudul Jukstaposisi menjadi juara tiga Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta, yang kemudian diterbitkan oleh Gagas Media tahun 2007, dan menjadi finalis dalam Khatulistiwa Literary Awards 2008 untuk kategori penulis muda berbakat. Selain novel, dia juga menulis cerpen yang bisa dibaca di blog pribadinya.

No comments:

Post a Comment